Sebuah Kisah di 2016

Kala itu sedang musim hujan, secangkir kopi aku nikmati sendiri di dalam kamar yang berantakan oleh buku-buku dan beberapa bungkus rokok. Hati patah dan luka ketika akhirnya kabar darimu tiba saat rindu sedang terang membara, memenuhi isi kepala. Iya memang salahku, salahku yang tiba-tiba masuk dalam hidupmu tanpa aku tahu, jika hubunganmu dengannya masih dalam tahap pertengkaran belum sepenuhnya selesai. Kau mengaku jika hubungan itu sudah berakhir, tapi kekasihmu menemuiku dengan wajah penuh amarah. Ia menjelaskan jika kau masih kekasihnya, kau memang meminta udahan tapi kekasihmu itu tak mau dan lebih memilih bertahan.

"Bodoh sekali lelakimu itu, memaksa tetap ada pada orang yang sudah hilang rasa." gumamku dalam hati, ketika kepalan tangannya mungkin ingin sekali memukul wajahku.

Seminggu dari pertemuan dengan kekasihmu itu, kau memajang foto dan cincin pertunangan dengan caption; "ikrar tak begitu saja mampu melupakan apa yang telah hati ingat."

Lelakimu takut kau aku rebut. Dengan tangisan kepedihan, kau memintaku jangan pergi ketika aku tak bisa berbuat apa-apa di dalam hubungan yang aku pikir kau dalam keadaan sendirian. 

Sore tiba, aku ingat hari itu akhir bulan puasa dan sebentar lagi lebaran. Satu pesan masuk, kau mengajakku mengantar ke acara reuni teman sekolahmu. Kebetulan saat itu kekasihmu sedang ke luar kota untuk membeli perlengkapan acara pernikahan. Aku tak bisa menolak, aku tak bisa membohongi diri, jika aku sangat rindu padamu. Aku meng'iyakan' ajakanmu. 

Kau naik angkutan umum agar tak ada orang yang kau atau kekasihmu kenal melihat kita. Aku membuntuti angkutan umum itu dari belakang sampai kau turun dan naik ke motorku. Mulutku kaku, antara aku takut dan rindu. Aku takut karena posisimu sudah tunangan orang lain, kau memelukku dari belakang seolah kau tak pernah ingin ada perpisahan. Tak ada kata apa-apa selain diam, namun aku bisa merasakan besarnya rindu itu. Air matamu turun, terlihat dari kaca spion motorku. 

Aku pun sangat rindu, ketika beberapa bulan kita bersama, saat cinta sedang mekar-mekarnya dan rindu sedang hangat-hangatnya. Tapi tiba-tiba kau harus hilang, dan menikah dengan orang lain. Orang yang kepadanya kau sudah hilang rasa dan dengan alasan keluarga kau menerimanya. 

Diselimuti kabut tebal dan dingin seperti kepergian, perjalanan sengaja aku pelankan, agar aku bisa berlama-lama bersamamu. Iya, kekasih sesaatku namun luka cukup dalam sama-sama harus kita rasakan. Pelan kau berkata; 

"apa kabarmu?"

"Aku? Ini kan kau lihat sendiri, aku sangat baik-baik saja." meski sebenarnya aku sedang menyembunyikan kepedihan

"Apa kau merindukanku selama kita tak lagi bisa bertemu?" tanyanya lagi

Aku hanya diam untuk pertanyaan itu..
Pelukan ia eratkan, tangannya masuk ke dalam saku jaketku. 

"Kau kedinginan? Ini pakai saja jaketku" aku menanyakan kondisinya, padahal aku tau dia juga memakai jaket yang lebih tebal dariku

"Engga, aku hanya sangat merindukanmu. Andai aku bisa, aku ingin menikah denganmu. Bukan dia!"

"Sudah, kau tak bisa membatalkan semua rencana itu. Seminggu lagi kau akan sah jadi milik orang lain. Kau masih bisa melihatku juga kan."

Ia diam, suara tangisan sengaja ia tahan. Meski aku tahu ia sedang menangis terisak.

"Sebentar lagi kita sampai, kau mau aku tunggu. Apa bisa pulang sendiri?" tanyaku

"Aku mau kamu ada di sana bersamaku!"

"Engga, aku engga bisa. Nanti temanmu curiga dan bertanya siapa aku? Bukankah mereka sudah menerima surat undangan darimu. Meski kepadaku kau tidak memberinya. Aku tau, kau takut dia ngamuk kan. Lalu kesurupan pas aku datang kan?"

"Tak usah becandaaa!" Bentaknya, kebetulan dia orang yang selalu gemas ketika aku bercanda untuknya

"Yasudah kamu tunggu aku saja. Aku sebentar saja, sehabis makan aku mau kita langsung pulang."

"Iya, ya sudah." kujawab

Kami pun sampai, dia meneui teman-temannya. Aku menunggu di kejauhan sambil memperhatikannya. Sekalian aku mencari makan untuk berbuka puasa. Tiba-tiba hujan turun sangat deras. Aku mengechatnya, tapi tak ada balasan. Mungkin hpnya dimasukan ke dalam tas. Aku menunggunya sangat lama yang tadi katanya sebentar itu. Aku mencoba mendekati lokasi acara. Aku chat lagi, dia pun membalas dan menemuiku, ternyata acaranya baru selesai hpnya ia masukin tas, engga kedengaran. Katanya

Setelah bertemu dan hujan masih deras. Aku menanyakan apa kau mau pulang denganku sementara hujan sangat deras. Aku pun tak membawa jas hujan. Aku melihat kawanmu ada yang bawa mobil dia searah sama rumah kita kan?

"Iya, tapi aku engga mau ikut sama dia."

"Kenapa?" tanyaku

"Masa aku naik mobil, sementara kamu sendirian hujan-hujanan."

"Engga apa-apa, kau ikut saja sama dia. Aku engga apa-apa hujan-hujanan saja. Aku kan kuat." 

"Engga usah bercanda, ini hujannya sangat lebat."

Tiba-tiba kawan dia yang bawa mobil itu keluar dan hendak pulang. Dia bertanya dan mengajaknya pulang bareng. Tanpa pikir panjang aku yang menjawab pertanyaan dan menitipkannya. 
"Iya, dia mau ikut. Hujannya besar ini. Kasian kalo naik motor. Aku titip engga apa-apa ya?"

"Oh yasudah ayo ikut saja. Aku sendirian." ucap kawannya itu

Karena hari sudah mulai larut malam. Iya menganggukan kepalanya dan pamit untuk ikut dengan kawannya. Dalam keadaan hujan-hujanan aku membuntuti mobil itu dari belakang. Karena aku khawatir jika kawannya akan macam-macam, kebetulan jalan yang akan dilalui melewati perkebunan teh dan hutan-hutan yang jarang ada rumah. 

Tiba-tiba mobil itu berhenti di perkebunan yang sepi. Aku curiga, aku berhenti dan mendekati kaca mobilnya. Dari luar aku mengetuk agar aku tahu apa yang terjadi. Hujan makin deras, dia membuka kaca. 

"Ada apa berhenti?" Kataku

"Itu ada telepon dari orang tuanya." dia menjawab

Tak lama mobil itu melanjutkan perjalanannya. Masih dengan cemas dan kedinginan, karena hujan aku terus membuntutinya dari belakang. Sampai dia benar-benar turun.

Singkat cerita akhirnya kita sampai di persimpangan menuju arah rumahnya. Dari kejauhan aku melihat kakaknya sudah menunggu, untuk menjemput adiknya yang dia tidak tahu, jika adiknya pergi bersamaku. Kakaknya baik, aku akrab dan dia sepertinya setuju jika adiknya menikah denganku.

Aku menyalip mobil itu setelah keadaan sudah tidak mencemaskan. Hpku rusak karena terkena air hujan. Saking cemasnya aku lupa menaruh hp di tempat yang aman karena aku takut ketinggalan mobilnya. 

Seminggu kemudian dia menikah tanpa mengundangku. Beberapa kali pesan masuk melalu pesan facebook yang tak pernah lagi kubalas.

Sialan, lagu yang pernah dia kirimkan beberapa minggu kuputar tanpa henti, sambil membayangkan dia lagi apa ya? Mandi paginya dingin engga ya? Lagu Adipati dengan judul Janur Kuning telah mampu membuatku mengingatnya lagi ketika aku mendengarnya hari ini.

2021

Komentar

Postingan Populer