Jika Boleh Berpendapat

Tidak semua mahasiswa yg jarang masuk kuliah itu malas, mungkin ada faktor lain yg lebih krusial seperti faktor ekonomi atau pekerjaan yg tidak bisa ditinggalkan, faktor kesehatan terserang sakit karna terlalu kelelahan. Atau bisa juga faktor cuaca ketika mau berangkat hujan lebat. Dan faktor lain yg bapak pikir itu alasan kemalasan. Jangan pukul rata kami dengan cara mencoret absen saja pak, pasti ada alasan dibalik ketidak hadiran. Ketika bapak maen coret absen saat ada mahasiswa yg tidak bisa hadir kuliah sebenarnya bapak sedang mengajarkan kami berkhusnudzaan, denga menganggap mahasiswa yg tidak hadir itu malas. Ada yg sebenarnya sangat ingin untuk mengikuti perkuliahan tapi memang keadaan nya yg tidak memungkinkan. Kami sudah sulit pak, jangan persulit kami lagi dengan tidak di izinkan mengitu UTS atau UAS karna kehadiran kami kurang, coba tabayyun dulu kenapa mahasiswa itu bisa kurang dalam kehadiran. Ajari kami cara berbaik sangka, cara menyampaikan pendapat dengan sebaik2nya, bukan malah menyamaratakan semuanya. Mungkin ada yg sering masuk tapi ia lupa untuk menandatangi absen kehadiran, pas minggu depannya lagi absen sudah dicoret dan tidak bisa untuk diganggu gugat. Lagi2 kami di ajarkan dengan kekuasaan yg otoriter. Ketika protes dianggap membangkang, ketika beri pendapat dianggap so tau. Ketika kami mengkritik berdampak dngn tidak keluarnya nilai. Kami semua berbeda pak, tak bisa bapak menyamakan kami yg jarang masuk itu malas atau tidak rajin. Saat kami tidak bisa mengikuti perkuliahan sebenarnya kami sedang belajar arti dari kehidupan ditempat yg lain. Kami sedang belajar untuk kapan saatnya harus tidak memaksakan. Tidak jarang mahasiswa yg akhirnya harus berhenti kuliah karna curat coret pada absen, tidak jarang mahasiswa harus keluar kuliah karna masalah keuangan, padahal mahasiswa tersebut punya prestasi punya keinginan dan tekad kuat untuk melanjutkan. Tapi semangatnya harus patah karna bapak tidak mau mendengarkan alasan dengan berbekal kejujuran. Kami sama pak manusia, ada saatnya kapan kamipun harus merasakan lelah, dan tidak bisa lagi untuk memaksakan. Ketika kejujuran tak dihargai lagi, haruskah kami berbohong supaya bapak tetap tidak percaya? Masih adakah hati nurani disaat harus peduli pada diri sendiri, sedikit saja meluanhkan waktu untuk juga peduli terhadap keresahan orang lain?

Komentar

Postingan Populer