Maafkan

Dua kali labaran sudah tanpa sapanya lagi, tapi beberapa ingatan tidak ikut hanyut dibawa waktu. Ada yang egois tetap ingin mengendap, dalam ingatan, di jalanan, di warung-warung makan. Sesekali masih membuat nyeri, sesekali sangat nyeri sekali.

Setiap hari, masih ada saja ingatan tentang kau, meski sudah seringkali aku pun mencoba menepisnya. Tapi rindu, kadang memaksa masuk melalui udara, dari asap kopi yang diaduk dengan bahasa nelangsa.

Secepat itu kau hilang, selambat itu waktu menyembuhkan apa yang telah hancur. Tak lagi kutemukan sosok yang mambuat hati berhenti mencari, dan menemukan. Kata nyaman pernah membuat aku lupa, jika pada akhirnya luka itu memang ada.

Malam masih perihal waktu yang sering membuat mata terjaga lebih lama dari biasanya, suara sepi membangunkan kembali kesedihan, gaduh oleh luka dan penyesalan. Mengapa bisa? Aku yang seharusnya kini bersama, tiba-tiba kau lupakan begitu saja.

Mungkin sesekali kau masih mengingat aku, tapi sudah tak seperti dulu. Rengekan rindu, hanya bisa tertahan di kerongkongan. Waktu mambuat keadaan tak lagi sama, kita yang pernah punya angan hidup bersama hingga menua, sekarang hanya cerita usang yang akan selalu menggenang sesaat setelah hujan menjatuhkan rindunya pada tanah di pelataran ingatan.

Sebab pergimu adalah musim yang merapuhkan ranting, angin yang membuat daun kering. Sesekali burung hinggap hanya untuk melukai lagi harap. Keriuhan mengawetkan cakap-cakap yang telah lenyap.

Di hari raya ini, biarkan aku menyampaikan permintaan maaf, jika saat bersama mungkin aku sering membuat nelangsa, maafkan lahir batin. Jika mungkin, pernah menjadi seorang yang sama-sama ingin, tapi takdir tak memberikan izin.

2020


Komentar

Postingan Populer